• Breaking News

    Friday, June 20, 2025

    Jabatan-Jabatan Unik di Masa Transisi Suriah

    Suriah tengah memasuki fase unik dalam sejarah politiknya. Di bawah pemerintahan transisi yang dipimpin Ahmed Al Sharaa, struktur kekuasaan negara menunjukkan formasi yang tidak lazim. Muncul jabatan-jabatan baru yang tidak dikenal dalam sistem kenegaraan konvensional, namun berfungsi sebagai alat penyatuan berbagai wilayah dan komunitas yang sempat terpecah selama perang berkepanjangan. Salah satu jabatan baru yang menyita perhatian adalah Wakil Sekretaris Jenderal Kepresidenan untuk Urusan Dewan Menteri, yang kini dijabat oleh Ali Kadah, mantan Perdana Menteri pemerintahan penyelamat di Idlib.

    Ali Kadah secara de facto menjalankan fungsi perdana menteri, walau Suriah secara resmi belum memiliki jabatan itu dalam struktur saat ini. Penunjukannya dinilai sebagai upaya untuk mengakomodasi faksi-faksi oposisi yang dulu menentang Damaskus, namun kini ikut bergabung dalam sistem baru. Keberadaan Ali Kadah di posisi strategis ini juga merupakan sinyal kuat bahwa rekonsiliasi sedang berlangsung secara bertahap dan inklusif, tanpa menimbulkan friksi di internal pemerintahan.

    Keunikan lain muncul di timur Suriah, khususnya di provinsi Al-Hasakah. Jabatan yang setara dengan gubernur di wilayah ini tidak disebut sebagai "gubernur" secara resmi. Sebagai gantinya, pemerintah pusat menunjuk Abbas Hussein sebagai "Direktur Urusan Politik di Hasakah." Jabatan ini dirancang untuk menghindari benturan administratif dengan struktur AANES/SDF yang masih memegang kendali administratif di wilayah itu. Namun faktanya, Abbas Hussein menjalankan tugas setara duta besar Damaskus untuk kawasan yang belum sepenuhnya kembali ke dalam struktur negara pusat.

    Langkah ini memperlihatkan kecerdikan diplomasi internal Damaskus dalam menjembatani fragmentasi wilayah. SDF sendiri, melalui komandannya Mazloum Abdi, telah menandatangani kesepakatan integrasi ke struktur pemerintahan baru, walau implementasinya masih bertahap. Ketidaksinkronan nomenklatur jabatan di Hasakah adalah kompromi politik agar SDF tetap merasa dihormati, sembari membangun jalan bagi transisi yang damai dan terkontrol.

    Pemerintahan transisi juga menunjukkan kepedulian pada keberagaman. Ali Kadah baru-baru ini menerima delegasi komunitas Syiah dalam rangka memperkuat harmoni lintas mazhab. Pertemuan tersebut dihadiri Wakil Ketua Dewan Ulama Pengikut Mazhab Ahlul Bait, Syekh Adham Al-Khatib, dan menekankan pentingnya partisipasi aktif semua golongan dalam pembangunan masa depan Suriah.

    Di waktu yang hampir bersamaan, Abbas Hussein menerima perwakilan dari komunitas Kristen di Hasakah. Dalam pertemuan tersebut, ia mendengarkan aspirasi mereka dan menegaskan peran vital komunitas Kristen dalam proses rekonstruksi dan rekonsiliasi nasional. Gestur ini memperlihatkan bahwa struktur sementara pemerintahan transisi tidak sekadar simbolik, melainkan aktif membangun fondasi kebangsaan.

    Lebih jauh, arah baru sistem politik Suriah juga tercermin dalam kerangka pemilu yang akan datang. Ketua Komite Tertinggi Pemilu, Muhammad Taha al-Ahmad, menyebut bahwa pemilu kali ini akan mengikuti jalur transisional, bukan konstitusional tradisional. Tujuannya bukan sekadar mengisi kursi parlemen, melainkan membentuk sebuah Majelis Rakyat yang benar-benar mencerminkan seluruh ragam masyarakat Suriah.

    Sistem pemilu sementara tersebut menetapkan 70% kursi berdasarkan merit dan seleksi administratif, sementara 30% disediakan untuk tokoh-tokoh komunitas dari berbagai daerah dan latar belakang. Skema ini merupakan respons terhadap ketimpangan representasi yang selama ini menjadi sumber ketegangan antarkelompok di Suriah.

    Dalam praktiknya, pemilu ini akan menjadi ujian apakah sistem transisional mampu mempertemukan berbagai faksi dan komunitas di bawah satu atap negara. Pemerintah transisi berharap hasil pemilu nanti tidak hanya sah secara administratif, tetapi juga legitim secara sosial dan politik. Keberhasilan pemilu ini akan menentukan nasib struktur-struktur unik seperti jabatan Ali Kadah atau Direktur Urusan Politik di Hasakah.

    Meskipun banyak yang menganggap jabatan-jabatan tersebut sebagai anomali, mereka justru menjadi simbol dari fase politik baru Suriah: inklusif, transformatif, dan pragmatis. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, Suriah terlihat mengelola keragaman bukan dengan kekerasan, tetapi melalui kompromi politik yang cerdas.

    Ke depan, sistem pemerintahan bisa saja berubah kembali setelah pemilu dilaksanakan. Namun keunikan masa transisi ini menjadi catatan penting dalam sejarah politik Suriah modern. Ia memperlihatkan bahwa di tengah reruntuhan konflik, sebuah negara bisa bereksperimen dengan formasi baru untuk menjaga keberlangsungan dan kohesi nasional.

    Dengan munculnya jabatan-jabatan yang tak lazim namun fungsional, Suriah tengah menciptakan ruang politik yang lentur namun terarah. Ini bukan sekadar eksperimen kekuasaan, melainkan upaya untuk membentuk fondasi stabil di masa depan. Dan dalam konteks Timur Tengah yang penuh gejolak, fleksibilitas seperti inilah yang mungkin menyelamatkan sebuah bangsa dari keterpecahan lebih lanjut.

    Dibuat oleh AI

    No comments:

    Post a Comment

    loading...

    Jepang

    Belanda

    Spanyol