Walau semuanya masih serba belum pasti, namun capres Anies Baswedan dinilai paling rentan didrop atau dibatalkan pencalonannya.
Jika dilihat dari urutannya, capres yang paling kuat adalah Puan atau Ganjar yang bakal didukung PDIP sendirian atau bersama parpol lainnya.
PDIP merupakan satu-satunya parpol yang bisa mengusung capres tanpa berkoalisi.
Yang kedua paling kuat atau sudah sangat mungkin untuk usung calon adalah koalisi Gerindra-PKB yang punya suara di atas 22 persen.
Calon yang didukung adalah Prabowo-Cak Imin jika tidak ada perubahan.
Yang ketiga adalah capres dari KIB antara Golkar, PAN dan PPP yang sudah memastikan akan mengusung calon internal KIB yang kemungkinan Airlangga-Zulkifli Hassan.
Sementara calon yang paling lemah dan rentan gagal pencalonannya adalah koalisi Pro-Anies yang akan mendukung Anies Baswedan dengan cawapres yang masih diambangkan antara AHY dari Demokrat dan Ahmad Heryawan dari PKS serta Gibran (usulan Nasdem).
Menurut Fahri Hamzah, pencalonan Anies Baswedan masih berada dalam tahap 'omong kosong' yang bisa saja akan dibatalkan pencalonannya jika tidak ditemukan kecocokan antar pengusung meski elektabilitas Anies Baswedan kini sudah paling unggul di antara yang lain.
Berikut 10 langkah yang harus difahami TS atau tim sukses agar pencapresan Anies Baswedan tidak gagal di tengah jalan.
1. Anies Baswedan harus mampu memberikan coattail effect kepada parpol pengusung dengan tetap menjaga performa.
2. Jika cawapres AHY atau salah satu cawapres dari parpol lain gagal diusung, maka Anies harus memberikan kompensasi dalam bentuk kursi pengganti misalnya portofolio jabatan menteri diperbesar begitu juga komisaris dan jabatan politik lainnya yang berada dalam prerogatif presiden.
3. Salah satu saja dari parpol pengusung berhasil ditarik oleh yang lain maka koalisi langsung bubar karena kurangnya persentase suara. Nasdem bisa saja batal mendukung Anies jika PDIP misalnya menawarkan kursi cawapres. Begitu juga demokrat yang bukan tak mungkin bergabung dengan PDIP dan koalisi lainnya.
4. Jikapun nantinya Anies bakal diusung oleh koalisi, itu bukan jaminan paslon koalisi ini akan memenangkan pilpres. Namun butuh ekstra keras merangkul parpol non parlemen untuk bergabung dalam koalisi.
Sama dengan poin nomor 3, jika misalnya Partai Ummat berhasil gabung dengan PDIP, maka persaingan menjadi sangat ketat. Apalagi jika yang gabung dengan koalisi PDIP adalah Partai Bulan Bintang (PBB). Kasus ini juga berlaku untuk Partai Gelora.
Jika parpol non parlemen ini berhasil dirangkul maka kerjasama koalisi di Pilpres, Pileg dan Pilkada akan langgeng. (Lihat skenarionya di sini).
Harus diingat suara partai non-parlemen yang dibuang dan dipakai oleh anggota DPR/DPRD sekarang kedua terbesar setelah PDIP. Artinya, tidak perlu menganggap remeh potensi dukungan dari parpol non parlemen atau partai baru.
5. Penentuan nama cawapres tidak perlu dilakukan secara terburu-buru mengingat yang lain juga belum resmi melakukannya.
Ini berhubungan dengan dugaan adanya 'invisible hand' dan 'burung hantu' bahkan 'bandar' serta sebutan lainnya yang diperkirakan dapat membuat penjegalan di tengah jalan.
6. Infrastruktur TS sebisa mungkin dibangun dari anggota yang melek dan mempunyai keinginan politik. Bisanya mereka yang akan menjadi caleg dan calon pilkada merupakan yang paling siap ke arah ini.
Feed back dan kerja sama dengan mereka ini bekerja sama dengan koalisi akan memberikan efek multiple.
7. Pendekatan dan pemahaman kepada masyarakat madani harus terus dilakukan untuk menyebarkan visi dan misi Anies yang sebenarnya khususnya kepada lembaga survei, peneliti bahkan pengamat.
8. Dukungan dari purnawirawan TNI, tokoh informal masyarakat dan elemen lainnya seperti relawan pemodal harus sudah didapat sebelum pengumuman pencapresan.
9. TS harus tetap bisa mempertahankan aura positif dari Anies dan koalisi.
10. Setelah melakukan segala ikhtiar, tinggal menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT melalui doa.
No comments:
Post a Comment