Sejak pecahnya konflik Yaman, kawasan pantai barat, khususnya kota pelabuhan Mukha, telah menjadi panggung kekuatan baru yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Tarik Saleh. Keponakan mendiang Presiden Ali Abdullah Saleh ini tak hanya membangun kekuatan militer lewat pasukan National Resistance, tetapi juga membangun kekuasaan politik melalui kantor politik khusus yang langsung berbasis di wilayah itu.
Secara de facto, Tarik Saleh saat ini adalah penguasa utama di Mukha dan kawasan pantai barat lainnya. Wilayah ini memang secara administratif masuk dalam Provinsi Taiz, namun secara praktis, pengaruh gubernur Taiz yang ditunjuk pemerintah pusat hampir tidak ada di sana. Semua kebijakan keamanan, politik, dan ekonomi lokal di kawasan pantai barat ditentukan langsung oleh jaringan Tarik Saleh.
Mukha dan sejumlah kota strategis di pesisir barat menjadi basis kekuatan militer yang solid di luar kendali pemerintah pusat. Kehadiran Tarik Saleh di sana didukung penuh oleh Uni Emirat Arab yang menempatkan pantai barat sebagai wilayah prioritas untuk pengamanan jalur Laut Merah dan pelabuhan strategis.
Hubungan antara Tarik Saleh dengan gubernur Taiz yang ditunjuk pemerintah pusat, Nabil Shamsan, pun sejak lama tidak harmonis. Gubernur yang secara administratif bertanggung jawab atas seluruh wilayah Taiz nyaris tak bisa menjalankan otoritasnya di wilayah Mukha dan sekitarnya. Segala urusan keamanan dan administrasi lokal lebih banyak dikendalikan oleh aparat National Resistance.
Kondisi ini menciptakan anomali politik tersendiri. Di satu sisi, secara formal Mukha adalah bagian dari Taiz, tapi secara operasional, wilayah itu sepenuhnya dikuasai oleh faksi yang loyal kepada Tarik Saleh. Hal ini membuat Mukha menjadi zona semi-otonom yang lebih tunduk kepada komando militer daripada otoritas sipil.
Perseteruan ini kembali mengemuka setelah kantor politik Tarik Saleh mengeluarkan pernyataan yang mengecam keputusan-keputusan Dewan Kepresidenan Yaman di Aden yang dianggap mengabaikan kepentingan kawasan pantai barat dan proyek-proyek strategis yang dijanjikan Uni Emirat Arab. Di balik itu, ketegangan personal antara Tarik Saleh dan Presiden Dewan Kepresidenan Rashad al-Alimi semakin nyata.
Tarik Saleh menuduh pemerintah pusat memperlambat realisasi proyek air bersih untuk Taiz, yang didanai oleh Abu Dhabi, dan sengaja menghambat pembangunan di kawasan pantai barat. Menurut kubu Tarik, langkah-langkah ini dilakukan untuk membatasi pengaruh politik dan militernya yang makin menguat di wilayah tersebut.
Dalam beberapa kesempatan, Tarik Saleh terang-terangan menyampaikan bahwa proyek-proyek kemanusiaan dan pembangunan di pantai barat jauh lebih cepat terealisasi dibanding di wilayah lain yang dikuasai pemerintah pusat. Hal ini disebut sebagai bukti keberhasilan sistem komando lokal dibanding sistem administrasi pemerintah resmi.
Sikap Tarik Saleh ini membuat gubernur Nabil Shamsan berada dalam posisi sulit. Di satu sisi, ia harus menjalankan perintah pemerintah pusat dan menjaga hubungan baik dengan Presiden Rashad, namun di sisi lain, ia tak punya kendali atas kekuatan militer dan politik di hampir sepertiga wilayah administratif yang secara hukum masuk wilayahnya.
Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga Taiz, terutama karena wilayah mereka terus terjepit di tengah konflik antara pemerintah pusat, Tarik Saleh, dan kelompok Houthi. Banyak warga menilai ketidakharmonisan di antara elite politik dan militer ini memperpanjang penderitaan rakyat yang sudah lama terkepung perang.
Tarik Saleh memang bukan hanya komandan militer. Ia membangun jaringan politik yang rapi melalui Political Bureau of the National Resistance yang berbasis di Mukha. Lembaga ini mengatur strategi politik, hubungan internasional, hingga kampanye media untuk mengamankan posisi Tarik di percaturan politik nasional.
Saat ini, Tarik Saleh menjadi pemain kunci yang mampu menyeimbangkan hubungan antara Uni Emirat Arab dan pemerintah Yaman di Aden. Namun, kedekatannya dengan Abu Dhabi membuat Riyadh waspada. Arab Saudi khawatir, kekuatan Tarik bisa menjadi alat bagi Emirat untuk mengukuhkan pengaruh di wilayah Laut Merah dan selatan Yaman.
Dalam situasi ini, Dewan Kepresidenan terjebak dalam dilema. Di satu sisi, kekuatan militer Tarik Saleh di pantai barat sangat dibutuhkan untuk menahan Houthi, tetapi di sisi lain, pengaruh politiknya yang makin meluas bisa mengancam stabilitas pemerintahan pusat dan keseimbangan kekuatan regional di Yaman.
Banyak analis menyebut, selama Dewan Kepresidenan tidak mampu mengakomodasi kepentingan semua faksi secara adil, fragmentasi kekuasaan seperti di pantai barat akan terus terjadi. Bahkan, bukan tak mungkin kawasan itu kelak benar-benar menjadi entitas politik tersendiri di luar kendali Aden maupun Sanaa.
Tarik Saleh sendiri kerap menyuarakan wacana pentingnya kawasan pantai barat memiliki otonomi administratif khusus, meski masih dalam kerangka Yaman. Hal ini tentu mengancam integrasi nasional yang tengah rapuh.
Perseteruan politik ini makin pelik karena Mukha merupakan pelabuhan strategis yang sangat penting bagi perdagangan Laut Merah. Kontrol atas pelabuhan ini berarti kendali atas salah satu jalur suplai militer dan ekonomi paling vital di Yaman.
Dalam waktu dekat, kemungkinan pecahnya konflik terbuka di internal Dewan Kepresidenan makin besar, apalagi jika ketegangan antara Rashad al-Alimi dan Tarik Saleh tak segera diredam melalui negosiasi politik atau restrukturisasi wewenang di lapangan.
Situasi di pantai barat Yaman saat ini menjadi cerminan kegagalan pemerintah pusat membangun tata kelola terpusat yang kuat dan inklusif. Selama elite politik saling berebut pengaruh tanpa konsensus nasional, Yaman dipastikan akan tetap terperangkap dalam siklus konflik dan ketidakstabilan.
Di wilayah Yaman barat, khususnya kawasan pesisir Laut Merah yang disebut as-Sahel al-Gharbi (Pantai Barat), Tarik Saleh melalui kekuatan militernya yakni al-Muqawamah al-Wathaniyah (Resistansi Nasional) dan kantor politiknya saat ini memegang kendali de facto atas sejumlah kota penting yang strategis dan bernilai ekonomi tinggi. Berikut penjelasannya:
1. Mukha (Mocha)
Kota pelabuhan paling strategis di pantai Laut Merah, terkenal sejak abad ke-17 sebagai pusat perdagangan kopi dunia. Saat ini pelabuhan Mukha dikelola langsung oleh kekuatan Tarik Saleh dengan dukungan UEA. Selain pelabuhan komersial, kota ini memiliki potensi sebagai simpul logistik utama antara Teluk Aden, Djibouti, dan Laut Merah bagian utara. Mukha juga mulai diproyeksikan sebagai kawasan ekonomi eksklusif di bawah kendali de facto Tarik Saleh.
2. al-Khawkhah
Terletak di selatan pelabuhan Hudaydah dan menjadi salah satu pintu gerbang utama jalur logistik menuju garis depan pertempuran di pantai barat. Selain posisi militernya yang penting, al-Khawkhah juga punya potensi perikanan dan basis pertanian pesisir yang cukup besar.
3. al-Durayhimi dan bagian selatan Hudaydah
Meski kota Hudaydah secara administratif masih dikontrol Houthi, kawasan selatan dan beberapa distrik dekat bandara serta pelabuhan Dar al-Hajar berada di bawah cengkeraman kekuatan Tarik Saleh dan sekutunya. Kawasan ini strategis karena dekat jalur ekspor-impor dan menjadi titik masuk barang logistik internasional, termasuk bantuan kemanusiaan.
4. al-Mandhar dan kawasan pesisir Bab al-Mandeb
Wilayah di sekitar selat Bab al-Mandeb, salah satu jalur pelayaran minyak paling sibuk di dunia. Posisi kontrol Tarik Saleh di wilayah ini sangat vital dalam konteks geopolitik dan ekonomi regional. Kawasan ini juga dilirik UEA sebagai lokasi pengembangan pelabuhan pengapalan dan pusat logistik regional.
5. Hays dan Mawza’
Dua distrik kecil di pedalaman pesisir barat yang bernilai sebagai pusat pertanian dan perlintasan militer penting antara Mukha, Taiz selatan, dan garis pantai. Potensi agraria dan logistik di kedua distrik ini menjadi nilai tambah bagi pengaruh Tarik Saleh di kawasan barat daya.
No comments:
Post a Comment