Perekonomian Yaman kembali berada di tepi jurang akibat ketegangan geopolitik di kawasan. Konflik antara Iran dan Israel telah memberi dampak langsung terhadap nilai tukar mata uang rial Yaman yang terus melemah. Dalam beberapa pekan terakhir, nilai tukar dolar AS terhadap rial sempat menembus angka 2.750 sebelum sedikit terkoreksi. Kondisi ini memperburuk situasi ekonomi negara yang sejak lama terjebak dalam konflik berkepanjangan.
Pemerintah yang berpusat di Aden maupun pemerintahan de facto Houthi di Sanaa sama-sama menghadapi ancaman ketidakstabilan ekonomi. Inflasi tinggi, melonjaknya harga bahan bakar, serta ancaman kelangkaan barang pokok menjadi persoalan harian bagi rakyat Yaman. Apalagi, lebih dari 95 persen kebutuhan pokok di negara itu masih harus diimpor, sehingga sedikit saja gejolak di kawasan langsung berdampak besar.
Untuk menghadapi situasi ini, Yaman telah memulai beberapa langkah kongkrit. Fokus utama kebijakan ini mencakup pengendalian harga kebutuhan pokok, pembayaran gaji pegawai negeri, dan menjaga distribusi bahan bakar. Meski demikian, kebijakan ini masih dianggap tambal sulam tanpa langkah strategis jangka panjang.
Sebagai langkah strategis, dua pemerintahan di Yaman seharusnya mulai memperkuat kemandirian ekonomi. Ketahanan pangan dan energi mesti menjadi prioritas utama, mengingat ketergantungan impor membuat negara ini sangat rentan terhadap gejolak regional. Saat ini, sebagian wilayah Yaman memiliki potensi pertanian dan perikanan yang belum dikelola maksimal akibat konflik.
Industri domestik perlu dibangun untuk meminimalkan ketergantungan terhadap barang impor. Industri pengolahan hasil pertanian, manufaktur kebutuhan pokok, dan produksi energi terbarukan dapat menjadi alternatif. Dengan mengembangkan sektor ini, Yaman bisa menciptakan lapangan kerja sekaligus menekan angka kemiskinan yang terus melonjak.
Situasi pelik ini sebetulnya pernah dihadapi beberapa negara kecil di Asia. Taiwan dan Singapura, misalnya, pernah mengalami ketegangan geopolitik dan isolasi ekonomi, namun berhasil keluar dari tekanan dengan membangun ekonomi berbasis industri, teknologi, dan perdagangan jasa. Pelajaran dari dua negara itu bisa menjadi acuan bagi Yaman.
Singapura yang miskin sumber daya alam justru mengandalkan pelabuhan, kawasan industri, dan sektor keuangan untuk menopang ekonominya. Kebijakan pemerintah yang pro-investasi serta fokus pada pengembangan SDM menjadi kunci keberhasilan. Hal serupa bisa dilakukan oleh Yaman, terutama di wilayah pesisir seperti Aden dan Mukalla.
Taiwan, yang sejak lama menghadapi ancaman militer dari Tiongkok, mampu bertahan dengan membangun ekonomi berbasis teknologi dan manufaktur. Pemerintah Taiwan memprioritaskan industri elektronik, semikonduktor, serta sektor kesehatan dan pendidikan. Ketahanan ekonomi ini membuat Taiwan relatif aman dari goncangan geopolitik.
Bagi Yaman, kunci keberhasilan ekonomi juga terletak pada penguatan kelembagaan dan perbaikan birokrasi. Praktik monopoli politik oleh faksi-faksi bersenjata harus dihentikan jika ingin menarik investor dan membangun kepercayaan pasar. Tanpa langkah serius, ekonomi Yaman akan terus berada dalam ketergantungan dan kerentanan.
Dua pemerintahan di Yaman, yakni pemerintah resmi di Aden dan Houthi di Sanaa, seyogianya mulai merumuskan kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat. Rivalitas politik hanya akan memperburuk keadaan jika tak segera diimbangi dengan kerja sama ekonomi yang realistis dan terukur. Kepentingan rakyat harus didahulukan dari agenda kekuasaan.
Skenario menarik bisa terjadi bila kedua pemerintahan sepakat untuk mengembangkan kawasan industri bersama di pelabuhan strategis seperti Aden, Hodeidah, atau Al-Mukha. Kawasan ini bisa menjadi titik awal industrialisasi ringan sekaligus pusat logistik regional di Laut Merah.
Selain itu, pengembangan energi alternatif seperti tenaga surya dan angin sangat potensial di Yaman yang memiliki iklim kering dan curah matahari tinggi sepanjang tahun. Investasi di bidang ini akan mengurangi beban impor bahan bakar serta membuka peluang ekspor energi ke kawasan.
Kemandirian pangan pun harus menjadi agenda prioritas. Lahan-lahan subur di wilayah Lahj, Hadhramaut, dan Ibb dapat dikembangkan kembali untuk memenuhi kebutuhan domestik. Program revitalisasi irigasi dan pemberdayaan petani lokal bisa menjadi solusi jangka panjang ketahanan pangan Yaman.
Jika langkah-langkah ini diterapkan secara serius, Yaman bisa mengikuti jejak sukses Taiwan dan Singapura. Meski tantangannya berat, potensi yang dimiliki negeri ini tetap besar. Lautan, pelabuhan, hasil bumi, serta letak geografis strategis bisa menjadi keunggulan ekonomi tersendiri di kawasan Arab.
Para ekonom memandang bahwa bila Yaman mampu membangun industri domestik dan memanfaatkan jalur pelayaran Laut Merah sebagai pusat logistik, maka perekonomian nasional bisa mulai bangkit. Ditambah dengan sektor perikanan dan perdagangan regional, negara ini dapat mandiri dari tekanan luar.
Di sisi lain, potensi diaspora Yaman di luar negeri juga bisa diberdayakan sebagai sumber modal dan jejaring ekonomi global. Remitansi selama ini memang menyumbang devisa, namun peran strategis mereka dalam membangun investasi produktif masih minim.
Maka dari itu, kedua pemerintahan di Yaman sebaiknya duduk bersama merumuskan cetak biru ekonomi nasional. Rivalitas politik tak boleh lagi mengorbankan stabilitas ekonomi rakyat. Dengan belajar dari Taiwan dan Singapura, Yaman punya peluang untuk keluar dari belenggu ketergantungan geopolitik.
Kini saatnya bagi elite Yaman menyadari bahwa kekuatan bangsa tak hanya diukur dari senjata dan politik, tetapi juga dari ketahanan ekonomi. Ketika sektor ekonomi kuat, maka posisi tawar di hadapan kekuatan regional maupun internasional akan jauh lebih kokoh.
No comments:
Post a Comment