Tanggapan Atas Tulisan Ahmad Khoizinudin “SELAMAT DATANG KEMBALI PROFESOR YUSRIL IHZA MAHENDRA – JOKOWI MELAKUKAN PEMBUNUHAN MASSAL”
Oleh Muhammad Ansharullah
Saya menulis artikel ini untuk meluruskan pandangan seseorang yang menyebut dirinya “sastrawan politik” Ahmad Khoizinudin berjudul “Selamat Datang Kembali Profesor Yusril Ihza Mahendra – Jokowi Melakukan Pembunuhan Massal”.
Sekilas tulisan “sastrawan politik” itu memuji Prof Yusril dalam kaitanya dengan saran dan pendapat konstruktif Prof Yusril perihal cara Pemerintah menangani Covid 19. Prof Yusril secara subtantif mengkritik tiga hal terkait penanganan Covid, yakni landasan hukum yang kurang dan penegakannya yang tidak konsisten, gonta ganti pejabat dan kementerian yang menangani Covid sehingga terkesan tidak profesional dan kurang berwibawa, serta keterlambatan pengadaan sarana dan prasarana untuk menanggulangi masalah.
Tiga hal di atas itu berdampak meningkatnya angka kematian yang sangat memprihatinkan. Prof Yusril mengingatkan Pemerintah bahwa kematin masal yg diakibatkan oleh Penanganan covid yg tidak tepat berpotensi menjadi pelanggaran HAM yang berat atau genosida. Prof Yusril menyarankan agar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berkonsultasi dengan Komnas HAM membahas masalah tersebut.
Namun kata “genosida” yang digunakan Prof Yusril dimainkan begitu rupa oleh “sastrawan politik” seolah sesuatu yang telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Pandangan “sastrawan politik” itu bertendensi menjerumuskan Prof Yusril karena memanipulasi ucapannya seolah Presiden telah melanggar UUD 45. Atas dasar itu “sastrawan politik” berpendapat terdapat alasan untuk menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR. Pendapat Prof Yusril telah “digoreng-goreng” sedemikian rupa untuk mengajak kelompok kelompok dari berbagai kalangan untuk mendorong Pemakzulan terhadap Presiden. “Satrawan politik” sedang memainkan agendanya sendiri. Prof Yusril hanya dijadikan tameng, pendapatnya dijungkir-balikkan seakan memberi legitimasi.
“Sastrawan politik” seenaknya menyatakan seolah Prof Yusril selama ini telah meninggalkan Umat Islam dan sekarang telah kembali lagi. Sejak lama dia berada di barisan terdepan membela kasus-kasus yang menimpa umat. Kelompok di belakang Ahmad Khozinudin yang mengaku sastrawan politik ini saja yang menyingkirkan Prof Yusril karena dia beda pendapat dengan ijtima’ ulama yang mencalonkan dan mendukung Prabowo Sandy sebagai pasangan Capres Cawapres.
Prof Yusril menolak mendukung keduanya karena dia menganggap rekam jejak mereka dalam berjuang di barisan umat tidak jelas. Dia tegas mengatakan bahwa kualitas Keislaman dan rekam jejak Jokowi dan Prabowo lebih kurang sama, sehingga tidak cukup alasan untuk secara fanatik harus mendukung salah satu dari keduanya atas dasar Islam. Apalagi harus dilakukan sebagai keputusan ijtima’ para ulama. Ijtihad para ulama, lebih-lebih ijtihad dalam memilih pemimpin, menurut Prof Yusril bisa saja salah. Karena itu dia merasa tidak terikat dengan hasil ijtima’.
Akibat penolakannya itu dia singkirkan dan dihujat, dan oleh sastrawan politik dan kelompoknya dituduh meninggalkan umat Islam. Persoalan Pilpres sudah lama selesai, tidak ada perbedaan ideologi yang mendasar di sana antara Prof Yusril dengan semua tokoh dan politisi Islam. Yang ada hanya beda dukungan dan pilihan politik saja. Apalagi, Prabowo Sandi yang dulu didukung mati-matian oleh ijtima’ ulama dan “umat Islam” kini keduanya sudah bergabung dan menjadi anak buah Jokowi.
Sementara Prof Yusril dia tetap menjadi dirinya sendiri, tidak terlena ikut sana ikut sini. Dia juga tidak menjadi bagian dari Pemerintah Jokowi. Itu fakta politik yang terang benderang dan tidak bisa dibantah oleh siapapun. Tetapi kemarahan kepada Prof Yusril akibat tidak mau mendukung Prabowo Sandy seperti tak kunjung selesai. Aneh. Padahal seperti telah saya katakan, Prabowo Sandy, dua-duanya sudah lama bergabung sama Jokowi.
Apakah anda punya agenda menenggelamkan tokoh-tokoh seperti Prof Yusril, Ahmad Khozinuddin? Kalau anda dari kalangan pejuang Islam, sayang sekali apa yang anda lakukan.
Demkian tanggapan saya atas tulisan Ahmad Khozinuddin yg menulis dengan gaya provokator dan memanfaatkan tulisan dan ucapan Prof Yusril dengan mempelintir opini dan menjadikan alat untuk melakukan hasutan kesana kenari dengan seolah olah memuji Prof Yusril. Orang seperti Prof Yusril itu takkan menjadi jumawa karena dipuji dan takkan tenggelam karena dimaki. Dia tetap menjadi dirinya sendiri.+++
Berikut Tulisan Ahmad Khozinudin
SELAMAT DATANG KEMBALI PROF YUSRIL IHZA MAHENDRA – JOKOWI MELAKUKAN PEMBANTAIAN MASSAL
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Lama tak terdengar komentarnya, akhirnya Prof Yusril Ihza Mahendra kembali bersuara. Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini menyoroti kebijakan pemerintah terkait penanganan kasus COVID-19 di Tanah Air.
Yusril mempersoalkan perubahan kebijakan penanganan pandemi, rumusan hukumnya yang tidak jelas. Tidak ada jaminan kesehatan bagi masyarakat. Bahkan, Yusril menyebut salah kebijakan dapat menyebabkan kematian massal, dan kalau terjadi kematian massal berarti terjadi genosida karena pembunuhan yang bersifat massal.
Sontak saja ungkapan ‘Genosidan’ ini menyentak ruang opini publik. Pernyataan ini, dapat ditafsirkan sebagai terbukanya pintu pelanggaran konstitusi sebagai syarat untuk memakzulkan Presiden. Implisit, pernyataan Yusril ini membantah statement Mahfud MD yang mengatakan Jokowi tidak dapat dimakzulkan karena kegagalan penanganan pandemi, sebab tidak ada pelanggaran hukumnya.
Atas statement Yusril ini, Rizal Ramli langsung bereaksi. Ekonom senior sekaligus mantan menteri Jokowi ini memuji Yusril yang mengkritik kebijakan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam menangani pandemi Covid-19.
Bahkan, Rizal Ramli menyebut Yusril ‘Sudah lama ngilang begitu nongol, Yusril langsung mau nendang penalti’. Statement ini dapat dikaitkan dengan ucapan Yusril yang memberikan assessment adanya Genosida dalam penanganan pandemi, yang itu bisa menjadi dasar aktifasi ketentuan pasal 7A UUD 1945. Itu artinya, yang dimaksud tendangan pinalti adalah upaya untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi sudah pada level yang tinggal eksekusi.
Publik tidak bisa menganggap remeh statement Yusril Ihza Mahendra. Ahli hukum tata negara ini paham betul seluk-beluk konstitusi, sehingga secara ketatanegaraan Yusril juga paham unsur-unsur hukum yang terdapat dalam pasal 7A UUD 1945. Ungkapan ‘Genosida’ pada kasus kematian massal akibat penanganan pandemi Covid-19 dapat dijadikan sandaran legitimasi untuk memberhentikan jabatan Presiden Jokowi.
Dus, sekali lagi statement Yusril ini mementahkan omongan Mahfud MD yang menyebut Jokowi tak dapat dijatuhkan karena kegagalan penanganan pandemi. Dengan demikian, soalnya bukan lagi sandaran legitimasi untuk memakzulkan Jokowi, tetapi tinggal kehendak politik DPR – MPR.
Jika DPR dan MPR memiliki kerisauan terhadap kasus kematian yang masif selama penanganan pandemi, bukan hanya memikirkan nasib rakyat tetapi juga memikirkan masa depan generasi bangsa Indonesia, kelestarian ras rakyat Indonesia, tentu tidak ada alasan untuk tidak segera melakukan aktivasi pasal 7A UUD 1945. Penulis kira sangat relevan, ungkapan yang menyatakan : LEBIH BAIK KEHILANGAN JOKOWI DARIPADA KEHILANGAN BANGSA INI
Nantinya, pemimpin pengganti dapat lebih dipercaya rakyat, memiliki modal sosial dan politik, diharapkan lebih profesional dan amanah menangani pandemi. Selanjutnya, penanganan pandemi benar-benar harus dibangun di atas asas melindungi kesehatan dan nyawa masyarakat, bukan untuk melindungi kepentingan ekonomi oligarki.
Untuk mewujudkan hal itu, rasanya segenap rakyat tidak cukup hanya berharap kepada DPR dan MPR. Rakyat harus terus bersuara, agar wakilnya tidak tuli dan mengikuti kehendak rakyat sebagai majikan dari DPR dan MPR.
Seluruh akademisi, praktisi, Ulama, mahasiswa, buruh tani dan nelayan, pemuda dan mahasiswa wajib bersuara sesuai dengan kapasitasnya demi tanggung jawab menyelamatkan bangsa dan negara. Kita semua tak ingin, Indonesia punah dan hanya menjadi fosil sejarah, hilang karena diterjang badai pandemi.
Kepada Prof Yusril, selamat Prof telah kembali bersama umat. Penulis masih ingat, pada tempo yang terdahulu pernah diskusi intensif di Kantor Ihza & Ihza Law Office di Menara 88 Kota Casablanca. Saat itu, Prof Yusril memimpin advokasi untuk membela HTI. Bahkan, pengumuman terbitnya Perppu juga penulis simak bersama di kantor Pror Yusril.
Terus terang, penulis juga kangen momen bersama Prof Yusril dan Prof Suteki saat makan bersama Soto di warung pinggir jalan di seberang pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Sebenarnya, banyak yang merindukan duo profesor ini kembali bersama umat, menyuarakan dan membela kepentingan umat. [].
_https://heylink.me/AK_Channel/_
Pasal 7A UUD 1945
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. *)
No comments:
Post a Comment